Agama Saya Adalah Junalisme

Judul Buku    : Agama Saya adalah Jurnalisme

Pengarang      : Andreas Harsono

Penerbit          : PT Kanisius

Halaman         : 268 halaman

Tahun terbit  : 2010

ISBN               : 978-979-21-2699-0

Jurnalisme tentu saja bukan agam baru yang ada di Indonesia, namun jurnalisme sangat berguna untuk kebaikan masyarakat. Semakin bermutu jurnalisme dalam mayarakat, semakin bermutu pula informasi yang didapatkan masyarakat. Lebih jauhnya, keputusan yang dibuat oleh masyarakat semakin bermutu. Buku ini merupakan antologi dari tulisan-tulisan Andreas Harsono. Dalam buku ini tidak dijelaskan secara gamblang bahwa buku ini membahas mengenai surat kabar. Namun lebih kepada perilaku wartawan, cara wartawan menulis berita sampai pada dinamika ruang redaksi. Namun tulisan di buku ini kebanyakan menyinggung surat kabar, mulai dari surat kabar komunitas seperti gereja dan pesantren, surat kabar daerah yang kondisinya memprihatinkan hingga menyentil ‘media palmerah’ yang notabene adalah perusahaan media besar seperti Kompas, Tempo, Media Indonesia dan stasiun televisi besar di Indonesia.

Dalam buku ini dijelaskan mengenai sembilan elemen jurnalisme. Yang menarik adalah elemen yang pertama yaitu kebenaran. Kebenaran dalam jurnalisme aialah kebenaran fungsional, dimana kebenaran itu harus terus dicari dan kebenaran bisa direvisi. Elemen yang kedua adalah komitmen terhadap kepentingan publik. Elemen ketiga disiplin dalan melakukan verifikasi, batas antara fiksi dan jurnalisme harus jelas. Jurnalisme tidak boleh dicampur dengan fiksi sekecil apapun. Metode dalam jurnalisme bisa saja obyektif, namun obyektif bukan tujuan. Obyektifitas yang dimaksud adalah dalam melakukan verifikasi.

Elemen keempat : independensi. Menjadi netral terhadap berita bukanlah pripnsip dasar jurnalisme. Hanya saja wartawan memang harus bersikap independen terdahap orang yang mereka liput. Elemen kelima adalah jurnalisme sebagai pemantau kekuasaan publik dan penyambing lidah kaum yang tertindas. Elemen keenam, jurnalisme sebagai forum publik. Elemen ke tujuh jurnalsime harus memkat tetapi relevan. Elemen kedelapan, wartawan wajib menyajikan beritanya proporsioanl dan komprehensif. Yang terkahir adalah wartawan harus mengutaman hati nuraninya.

Sedikit wartawan Indonesia yang bisa menulis dengan baik. Ini juga salah satu faktor yang menyebabkan surat kabar di Indonesia tidak menggunakan byline. Byline yaitu pencantuman wartawan penulis berita dalam sebuah surat kabar sehingga masyarakat tahu siapa yang menulis berita baik dan buruk. Byline merupana transparasi surat kabar kepada pembaca. Jika wartawan diberi byline maka dia akan lebih bertanggungjawab terhadap isi beritanya dan konsisten menghasilkan berita bermutu karna publik tau mana wartawan yang pernah membuat salah pada tulisannya. The Jakarta Post adalah surat kabar di Indonesai yang pertama menggunakan byline. Hasilnya wartawan The Jakarta Post dipaksa memulis dengan baik dan wartawan bisa membangun reputasi mereka.

Desain sebuah surat kabar selalu ada filsafatnya tersendiri. Surat kabar tidak hanya tentang huruf. Desain dalam surat kabar membutuhkan garis tipis untuk membedakan berita dan iklan yang sering disebut dengan pagar api (firewall) yang menagaskan bahwa iklan dan berita harus dipisahkan. Pagar api akan mengingatkan pembaca bahwa berita yang muat bukan merupakan ‘berita pesanan’.

Buku ini juga membahas hal yang menarik, apakah wartawan perlu dipidanakan ketika ada pihak yang tersinggung dengan tulisannya? Kaitannya dengan menggunakan byline tadi orang menjadi tahu siapa yang menulis berita si surat kabar tersebut. Namanya orang membuat tulisan wajar kalau memimbulkan kegeraman. Penulis bertanggungjawab terhadap naskah yang dimuat di medianya, tetapi naskah tidak akan terbit jika editor tidak menyetujianya. Editor yang baik akan menerbitkan naskah dengan prosedur yang benar. Jadi ketika ada ada pihak yang dirugikan dengan suatu tulisan di surat kabar dia berhak menggung wartawannya atau medianya. Masalahnya adalah di Indonesia ada KUHP yang bisa mengirimkan wartawan ke penjahara. Padahal dalam pidana tidak ada kasus jurnalistik.

Dalam bagian Dinamika Ruang Redaksi, penulis memberikan contoh kasus yang menarik yaitu mengenai ketegangan antara Singapura dan Indonesia. Kasusnya adalah surat kabar The Straits News menerbitkan berita tentang rencaa peledakan bom yang bersumber dari anonim yang belum di cek kebenarannya sehingga menimbukan banyak kritikan. Disisi lain Tempo mencoba melakukan verifikasi terhadap kasus tersebut tetapi dalam waktu yang pendek. Sehingga berita dalam dua surat kabar itu malah semakin rumit dan tidak diketahui kebenarannya.

Surat kabar modern tidak bisa mengandalkan kecepatan, tetapi harus mengandalkan kedalaman. Resepnya adalah “analisis, analisis dan analis” desain surat kabar juga harus diperhatikan. Mutu jurnalisme ditingkatkan. Yang paling penting adalah bahwa surat kabar modern harus meberikan tempat bagi semua warga tidak hanya meliput pejabat dan petinggi negara.

Judul buku ini sensitif bagi sebagian orang yang hanya melihat sekilas buku ini. Jadi mungkin ada orang yang salah paham dengan ‘agama’ yang dimaksud dalam judul ini. Penulis juga seperti pesimis dengan wartawan dan surat kabar di Indonesia bisa independen dan menghasilkan tulisan yang bermutu dan selalu membandingkan dengan surat kabar di negara lain. 

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.
CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.
3 + 10 =
Solve this simple math problem and enter the result. E.g. for 1+3, enter 4.